12 Agu 2009

Berhenti Merokok Harus Yakin

Saya bukan perokok. Saya anti rokok, saya anti asap rokok, tapi tidak anti perokok. Kalau saya anti perokok berarti saya anti terhadap ayah dan ibu saya, dan saya tidak mau jadi anak durhaka. Ayah dan ibu saya adalah perokok kelas kakap. Ayah saya mulai merokok sejak masuk bangku kuliah, sedangkan ibu mulai merokok setelah melahirkan saya dan dua orang adik saya. Saya tidak tau alasan mereka mulai merokok dan saya tidak mau tau, karena apapun alasannya, pada akhirnya mereka telah mengkhianati tubuh mereka sendiri. Tidakkah mereka sayang pada paru-paru mereka? berhenti merokokSaya ingat mengapa akhirnya saya memilih untuk tidak merokok. Saat itu saya masih duduk di kelas 3 SD. Suatu malam, saat saya sedang mengerjakan PR, ibu merokok seperti biasa. Saya memperhatikan, saat itu dalam pikiran saya “Apa rasanya jika hidung saya dapat mengeluarkan asap seperti hidung ibu?”. Saat ibu menoleh ke arah saya, saya salah tingkah, lalu pura-pura sedang tekun mengerjakan PR saya. Ibu kemudian mendekat dan berkata “Mau? Nih isep! “Udah cepetan isep!”, ibu berkata lagi, kali ini rokoknya yang tinggal setengah sudah berada di depan wajah saya. “Buseet, ibu macam apa yang nawarin anaknya merokok??!”, tentu saja itu pikiran saya dalam hati, saya tidak akan berani kurang ajar untuk mengatakannya dengan suara keras. “Ga mau bu..”, kata saya pelan. “Alah udah, niih!”, dan dengan suksesnya rokok tersebut mendarat di mulut saya sebelum saya sempat berontak, dan terhirup begitu saja. “Ahh, ibuku sudah gila...”, itulah yang ada di pikiran saya saat itu, meskipun saya baru kelas 3 SD tapi saya sudah tau kalau merokok itu tidak baik, dan mana ada ibu-ibu lain yang nawarin anaknya yang masih SD untuk merokok?! “Uhuk..Uhuk..Uhuk..Uhuk..Uhuk..Uhuk..”, sesak, ga enak, saya batuk cukup lama. “Enak ga?”, tanya ibu saya dengan nada polos yang palsu. “Yaah, si ibu pake nanya..”, itu pikir saya dalam hati, sambil masih terbatuk-batuk. “Heh, enak gaa?!”, tanya ibu lagi, nadanya mulai tidak polos. “Ga.”, jawab saya pelan. “Yaudah, makanya jangan merokok!”, lalu ibu meninggalkan saya dengan semena-mena. “Tenang aja buu, kagak bakal gw ngerokok!”, janji saya dalam hati. Saya masih menganggap ibu saya gila setiap kali saya mengingat kejadian malam itu untuk beberapa tahun, sampai pada saat saya duduk di bangku SMP. Saya punya teman yang mulai merokok karena ikut-ikutan teman-temannya. Kemudian saya bersyukur atas kejadian malam itu dengan sang ibu. Saya akhirnya mengerti maksud ibu saya, mungkin kira-kira maksudnya akan berbunyi seperti ini: "Anakku tersayang, lebih baik kamu kenalan dengan rokok lewat aku daripada lewat orang lain, nanti kamu ikut-ikutan, kalo udah ikut-ikutan lanjutannya kecanduan deh..” Sejak malam itu hingga sekarang, saya masih memegang teguh janji saya untuk tidak merokok, dan akan terus seperti itu. Inilah tips pertama saya bagi para perokok di luar sana. Cukup Anda saja yang merokok, untuk generasi penerus Anda, silahkan contoh metode yang ibu saya pakai terhadap saya dan adik-adik saya. Hasilnya, tidak ada anak ibu saya yang merokok. Tapi berikan rokok sisa Anda, jangan beri rokok baru. Ingat, jangan beri rokok baru!! Sumber : berhentimerokok.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar