6 Agu 2009

Osteoporosis Mengancam Anda Saat Menopause

Alarm bahaya itu berdering dari tubuh Hesti, seorang ibu berusia 45 tahun yang tengah menjelang masa menopause. Seperti umumnya wanita yang paruh baya, kecemasan akan menurunnya penampilan karena kulit badan dan wajah mulai kendor, membuatnya sering terlihat di salon untuk perawatan muka dan kulit seperti facial atau lulur.
Beberapa waktu kemudian, ia baru menyadari, bahwa ada yang terlupakan selain perawatan wajah. Saat berkaca di depan cermin, ada perubahan fisik yang menjadikan tubuhnya agak membungkuk. Lebih dari itu, ia merasakan ada yang tak beres pada punggungnya. "Setiap kali mengambil sesuatu dengan membungkukkan badan, punggung terasa amat nyeri," keluhnya. "Seluruh aktifitas saya menjadi terganggu, bahkan seringkali saya malas keluar rumah karena rasa nyeri terus berlanjut," tambahnya. Belakangan saat memeriksakan diri ke dokter, diketahui ada bagian di ruas tulang belakangnya yang patah.
Tragedi patah tulang karena tulang keropos tersebut memang dapat terjadi tanpa peringatan. Itulah sebabnya mengapa pengeroposan tulang atau Osteoporosis sering disebut "the silent disease". Bagian tulang yang mudah patah akibat osteoporosis adalah tulang belakang, tulang pinggul, dan pergelangan tangan. Meski yang paling sering patah adalah tulang belakang, yang berdampak paling parah adalah patah tulang pinggul. Menurut statistik di Amerika Serikat, 15 dari 100 wanita di atas usia 50 tahun rentan patah tulang pinggul. Dari kasus ini, hanya 33% yang bisa pulih seperti sediakala, 20% meninggal di tahun pertama, sisanya lumpuh atau harus menjalani terapi secara teratur.
Tulang ternyata hidup!
Tulang memang memegang peranan penting bagi tubuh yaitu untuk menyangga berat tubuh, mendukung otot, serta melindungi organ-organ penting. Tulang yang jumlahnya 206 ruas di dalam tubuh bukan benda statis, namun merupakan jaringan hidup yang melakukan proses remodeling, yakni menyerap dan melepaskan kalsium terus-menerus.
Wanita mencapai peak bone mass (puncak massa tulang) di usia 25-30 tahun. Setelah itu, secara perlahan massa tulang menurun, karena proses pelepasan kalsium dari tulang lebih cepat daripada proses penyerapan kalsium ke dalam tulang, apalagi ketika memasuki masa menopause. Dalam masa menopause, massa tulang wanita menurun makin cepat karena produksi hormon estrogen berkurang. Padahal hormon inilah yang mengontrol kemampuan tulang dalam menyerap kalsium. Karena itu sesudah menopause, resiko wanita terkena osteoporosis meningkat dengan dramatis.
Wanita Lebih Beresiko Terkena Osteoporosis
Wanita berisiko empat kali lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibanding pria. Hal ini disebabkan 2 faktor, yaitu: massa tulang wanita lebih rendah dibandingkan pria (wanita: 800 gram sedangkan pria 1200 gram) dan cenderung memiliki tulang yang lebih kecil, selain itu karena wanita mengalami menopause. Diketahui hampir 80% dari patah tulang akibat osteoporosis pada wanita, acapkali terjadi setelah wanita memasuki masa menopause.
Wanita adalah mayoritas dari populasi yang berusia tua di hampir semua negara, karena secara global perempuan hidup lebih lama ketimbang pria. Pada tahun 2005, jumlah perempuan usia lanjut di Asia diproyeksikan akan melonjak dari 107 juta saat ini menjadi 248 juta. Sedang di Indonesia Catatan WHO Scientific Group menunjukkan bahwa diperkirakan terjadi peningkatan usia lanjut dari tahun 1990 - 2025 sebanyak 414% sehingga secara bertahap diperkirakan penduduk usia lanjut pada tahun 2005 sebesar 24 juta, pada tahun 2020 sebesar 26 juta dan tahun 2025 diperkirakan 40 juta.
Diketahui juga, bahwa tahun 2000-an peningkatan penduduk Indonesia di atas usia 65 tahunan sebanyak 15,75%. Orang-orang yang berusia lanjut tersebut secara alami mengalami penurunan massa tulang, maka dengan meningkatnya usia lanjut dan usia harapan hidup tersebut diperkirakan akan timbul banyaknya jumlah wanita yang mengalami menopouse dan osteoporosis pasca menopause dengan ancaman fraktur (patah tulang) osteoporosis. Peningkatannya, menurut UPT Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Reproduksi FKUI hingga 14,7% . Osteoporosis pasca menopause tersebut, akhir-akhir ini menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia.
Masa Menopause, Resiko Meningkat
"Sejak memasuki menopause, saya sering merasakan hot flashes (semburat panas) pada wajah dan timbul perasaan tak nyaman, akibatnya saya suka stress dan marah-marah", ujar ibu Tania. "Terkadang saya kasihan pada suami dan anak-anak, karena menjadi sasaran kemarahan tanpa sebab jelas. Selain itu, saya amat khawatir dengan kondisi tubuh, karena sering merasakan nyeri tulang, selain itu saya khawatir dengan kondisi punggung saya yang makin membongkok".
Saat mengalami menopause, wanita kehilangan estrogen sehingga sering menimbulkan hot flashes yang menimbulkan perasaan tak nyaman dan emosi menjadi labil. Lebih dari itu, kehilangan hormone estrogen juga dapat mempercepat menurunnya massa tulang, karena hormone estrogen bertugas dalam mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Bila tabungan kalsium dalam tulang tidak cukup tidak cukup, menurunnya massa tulang dapat menyebabkan osteoporosis dengan akibat tubuh menjadi bungkuk, tulang membengkok, sakit punggung kronis, dan berkurangnya tinggi tubuh. Namun pertanda paling jelas adalah patah tulang setelah usia 50.
Tulang jika dilihat dari mikroskop Efek Menurunnya Estrogen Sesudah Menopause
Sesudah menopause, indung telur berhenti memproduksi hormon wanita estrogen. Estrogen sangat penting untuk memelihara kekuatan tulang yang mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Tanpa estrogen tulang kehilangan kalsium yang merupakan salah satu komponen terpenting tulang Anda.
Hilangnya estrogen pada saat menopause memiliki efek yang kritis pada kepadatan tulang. Sebelum masa menopause, hilangnya massa tulang pada wanita sama dengan yang terjadi pada pria (sekitar 3-5% per dekade) dan lebih berkaitan dengan gaya hidup yang bersifat menetap.
Meskipun demikian, hilangnya massa tulang meningkat dengan cepat seiring hilangnya estrogen selama masa menopause, dimana seorang wanita mungkin akan kehilangan sebesar 10% hingga 15% pada tulang apendikular serta antara 15% dan 20% dari tulang belakang. Tulang-tulang akan kehilangan massa tulang sekitar 2% setiap tahunnya selama 5-10 tahun setelah masa menopause dan bersifat tetap sekitar 3% per dekade setelah usia 75 tahun.
Beberapa wanita kehilangan massa tulang lebih cepat dari wanita lainnya dan beberapa wanita mengalami masa menopause dini. Menopause dini (sebelum 45 tahun, sebagai contoh), menyebabkan tulang kehilangan benefit estrogen lebih dini dari biasanya, akibatnya wanita-wanita yang mengalami menopause dini menjadi lebih mudah diserang penyakit osteoporosis dikemudian hari.
Pencegahan Osteporosis dengan Kalsium dan Vitamin D
Osteoporosis sangat sukar diobati, kabar baiknya penyakit ini dapat dicegah dengan dengan menjaga kesehatan tulang sejak usia remaja dengan menjalani gaya hidup sehat dan rajin berolahraga dengan teratur untuk menjaga kekuatan tulang.
Selain itu yang terpenting adalah konsumsi kalsium dan vitamin D. Menabung kalsium sejak dini penting agar peak bone mass tulang tercapai maksimal, sehingga tabungan kalsium Anda saat memasuki menopause cukup dan tulang tidak mudah keropos. Di samping itu, hindari makanan yang menghambat penyerapan kalsium. Misalnya merokok, atau minum softdrink, minuman berkafein dan beralkohol.
Kalsium merupakan mineral yang paling penting untuk pembentukan tulang. Rata-rata usia dewasa memerlukan 1.000 - 1200 mg kalsium per hari. Sayangnya, banyak orang yang tidak mengkonsumsi cukup kalsium dari menu makanan sehari-hari. Orang Indonesia rata-rata hanya mengkonsumsi kalsium 254 mg per hari (Puslitbang Gizi dan Makanan, Depkes RI tahun 2002). Untuk memenuhi kecukupan kalsium, dibutuhkan konsumsi tambahan suplemen.
Karena kalsium memerlukan vitamin D agar lebih mudah diserap tubuh, cara terbaik adalah mengonsumsi suplemen kalsium yang mengandung vitamin D. Vitamin D berperan penting dalam membantu mempertahankan massa tulang karena membantu tubuh menyerap kalsium secara lebih efektif. Vitamin D merupakan regulator positif bagi metabolisme kalsium dan meningkatkan penyerapan kalsium sebanyak 2,5 kali. Karenanya, suplemen yang mengandung kedua zat gizi ini akan lebih efektif mencegah osteoporosis dan mengurangi risiko patah tulang akibat osteoporosis. Kebutuhan harian yang disarankan untuk vitamin D adalah 5 mikrogram (200 IU).
Suplementasi kalsium dengan vitamin D ternyata efektif bagi pencegahan osteoporosis di masa tua. Hasil penelitian Chapuy & Arlot tahun 1992 pada orang-orang usia lanjut yang mengonsumsi 600 miligram kalsium dan 400 IU vitamin D tiap pagi dan sore mengalami penurunan 43% terhadap risiko patah tulang panggul dan penurunan 32% pada tulang bagian tubuh lainnya dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi kalsium dan vitamin D.
CDR Fortos, suplemen kalsium dari CDR yang mengandung 600 mg kalsium dan 400 I.U. vitamin D, merupakan pilihan tepat bagi Anda untuk mencegah dan mengatasi osteoporosis. Dalam bentuk effervescent (larut air), CDR Fortos memberi manfaat kalsium setara dengan 3 gelas susu. Bentuk effervescent membuat kalsium dan vitamin D mudah larut dalam tubuh, serta membantu mencukupi kebutuhan cairan pada orang berusia lanjut yang umumnya kurang banyak minum air.
CDR Fortos tersedia dalam rasa jeruk segar, serta bebas lemak, laktosa, gula, dan pewarna serta pengawet buatan. Karenanya, CDR Fortos aman dan sesuai bagi orang dewasa maupun berusia lanjut yang ingin mengurangi gula, lemak, serta ingin menghindari efek samping pewarna dan pengawet buatan. Bagi yang tidak menyukai atau tidak dapat mengonsumsi susu, CDR Fortos merupakan pilihan yang tepat.
Suplemen ini mudah dibawa jika Anda bepergian untuk dilarutkan dalam segelas air putih.
detikHealth

Tidak ada komentar:

Posting Komentar